Dalam beberapa tahun ini, pemerintah dunia telah banyak memusatkan perhatian pada laju krisis iklim. Hal itu didasarkan pada laporan IPCC yang menyatakan bahwa dalam beberapa tahun ke depan bumi akan mencapai ambang batas kehancuran. Tahun 2021, suhu daratan dan lautan global sampai pada 1,04°C. Terbaru pada maret 2023, Laporan Panel Antar Pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) menyatakan bahwa krisis iklim yang disebabkan oleh umat manusia (human-caused climate change) telah terjadi secara cepat, menyebakan peningkatan frekuensi dan intensitas cuaca ekstrem di berbagai wilayah dunia. Hujan lebat, kekeringan, gelombang panas hingga siklon tropis (Intergovernmental Panel on Climate Change, 2023). Dalam laporan tersebut, dinyatakan bahwa temperature bumi telah sampai pada 1.1°C dan menuju 2.8°C rata-rata temperature global pada tahun 2100. Di bandingkan dengan target komitmen negara-negara dalam Nationally Datermined Contributions (NDC) sebesar 1.5°C, angka tersebut jauh melebihi bahkan hampir mencapai dua kali lipat kesepakatan negara-negara dunia.
Data International Energy Agency (IEA), menunjukan bahwa sektor energy bertanggung jawab atas tiga perempat emisi gas rumah kaca global. Sementara itu dari total emisi, Indonesia juga menyumbang 40% emisi di sektor ketenagalistrikan (Institute for Essential Services Reform, 2022).
Kebijakan Sektor Energy
Indonesia sebagai negara dengan ekonomi terbesar ketujuh dengan posisi sebagai konsumen emisi kedua belas dan merupakan penghasil emisi CO2 terbesar kesembilan tentu memiliki peran penting dalam menangani krisis iklim global. Pergesaran konsumsi bahan bakar fosil ke bentuk energy baru terbarukan menjadi salah satu langkah penting dalam mencapai tujuan iklim yang di sepakati oleh forum perubahan iklim dunia.
Langkah pemerintah dalam menjawab permasalahan iklim global, pemerintah Indonesia telah menandatangani pernyataan Global Coal to Clean Power Transition Statement pada pertemuan COP26 dengan mengurangi penggunaan batubara secara bertahap yang diikuti dengan peluncuran peta jalan untuk Carbon Neutrality pada tahun 2060 (ESDM, 2022). Namun alih-alih menjalankan target Net Zero Emission (NZE) secara konsisten, pemerintah Indonesia justru terlihat cukup abai dalam menjalankan komitmen tersebut. Sektor kebijakan energy yang di jalankan oleh pemerintah justru memperlihatkan ambiguitas dalam menahan laju krisis iklim. Ditataran kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang awalnya berkomitmen menargetkan NZE pada tahun 2050, di rubah menjadi tahun 2060. Bahkan kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menargetkan NZE akan tercapai pada tahun 2070.

Bauran energy primer pembangkit listrik Indonesia (2016-2022). Sumber : ESDM
Kebijakan Peraturan Presiden Nomor 112 tentang percepatan energy baru terbarukan pada September 2022, mempertegas pembangunan Pembangkit Listrik Tengara Uap (PLTU) Batubara baru akan dilarang. Namun dalam peraturan presiden tersebut tidak menghentikan PLTU yang telah masuk dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik tahun 2021-2030. Dalam RUPTL tersebut memberi peluang bagi bahan bakar fosil yang akan di bangun sebanyak 48% dari total 35 Giga Watt. Sementara gas hanya sebesar 22% dan energy baru terbarukan hanya sebanyak 30%. Kebijakan-kebijakan tersebut menandakan bahwa ambisi NZE yang ditetapkan pemerintah masih jauh dengan skenario kesepakatan paris.
Kehadiran Perpres 112 tahun 2022 juga memberi peluang bagi pembangunan PLTU batubara Captive atau pembangkit listrik untuk keperluan Industri. Selama perusahan berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) minimal 35% dalam jangka waktu 10 (Sepuluh) tahun sejak beroperasi yang dibandingkan dengan rata-rata emisi PLTU di Indonesia, maka perusahan memiliki peluang untuk membangun PLTU batubara baru. Pengecualian PLTU captive beresiko pada pembangunan PLTU batubara baru yang justru akan terus menyumbang emisi dari sektor energy. Menurut data Global Energy Monitor (GEM), lebih dari 22,6 GW PLTU captive telah dan akan beroperasi di Indonesia untuk keperluan peleburan logam dan semen. 7,3 GW telah beroperasi, 8,5 GW sedang dalam tahap pembangunan dan 6,8 GW sementara dalam tahap perizinan (GEM, 2022).
Masayarakat Dalam Kepungan Polusi (PT Obsidian Stainless Stel dan PT Virtue Dragon Nickel Indonesia)
Polusi masih dianggap sebagai ancaman terbesar bagi umat manusia yang menyebabkan lebih dari 900 juta jiwa kematian dini (Airpolim Webtoon,2022). Salah satu contributor terbesar polusi adalah pembakaran batubara. Konsumsi batubara masih menjadi salah satu yang terbesar di dunia saat ini. Dimana sebanyak 60% sumber utama energy listrik saat ini berasal dari batubara (Kompas,2022). Penggunaan batubara sebagai bahan dasar pembangkit listrik lebih dipilih karena selain mudah terbakar juga harganya sangat murah.
Di Indonesia pemakaian batubara untuk pembangkit listrik nasional juga masih cenderung meningkat. Melihat data Statistik Pembangkit Listrik Nasional, pemakaian batubara tahun 2020 sebanyak 66,68 juta ton, dan meningkat sebanyak 68,47 di tahun 2021. Dengan data tersebut, di perkirakan pemakaian batubara untuk pembangkit listrik di perkirakan akan berkontribusi terhadap 110 ribu kematian dini pertahun (Ambitiontoaction,2022).

Pembangkit Listrik Tenaga Uap Milik Virtue Dragon Nickel Industry
Pembangkit Listrik Tengara Uap (PLTU) milik Peusahan Virtue Dragon Nickel Industry di ketahui berdiri sejak 2019. Kapasitas PLTU ini sebanyak 530 Mega Wat. Dalam menunjang operasionalnya, PLTU ini membutuhkan batubara sebanyak 15.000 ton perbulan atau 180.000 ton per tahun.
Pembangkit listrik yang berdiri di Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara ini, merupakan jantung dari operasional perusahan pengolah biji nikel, PT VDNI. Selain itu, PLTU ini di klaim memberi sumbangsi sebanyak 42% atau setara 2.800 tehadap penyerapan tenaga kerja lokal.
Namun alih-alih mensejahterakan masyarkat lokal, kehadiran PLTU tersebut makin memberi dampak buruk bagi masyarakat sekitar. Abu batubara hasil buangan PLTU berkontribusi pada sedimentasi tambak warga juga kesehatan masayarakat sekitar.
Tahun | Jumlah Jiwa (Ribu) |
2020 | 12,20 |
2021 | 32,46 |
Emisi buangan PLTU banyak mengandung zat yang memberi dampak buruk bagi manusia. Diantaranya adalah kandungan merkuri, arsenic, nikel, kromium dan juga timbal yang dapat menyebabkan kematian bagi manusia. Selain itu, partikel halus buangan PLTU juga berdampak pada meningkatnya resiko penyakit kanker paru-paru, stroke, penyakit jantung dan penyakit pernapasan (Greenpeace Indonesia,2015).
Tren sepuluh penyakit masyarakat Morosi, (sumber : Puskesmas Morosi. Diolah oleh Walhi Sulawesi Tenggara)
Selain masalah kesehatan, aktiviatas PLTU juga berdampak pada sektor pertanian masayarakat. Dikarenakan buangan debu sisa pembakaran batubara yang menyebar melalui udara berpengaruh pada produktivitas tanaman tumbuh. Kandungan zat seperti SO2 yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil menyebabkan unsur aluminium tanah terlepas dan menyebabkan keracunan pada akar. Sehingga penyerapan unsure hara dan air menjadi terhambat hingga menyebabkan kematian pada tanaman (Mochamad Nasrullah, dkk,2016).
Pembangkit Listrik Tenaga Uap Milik Perusahan Obsidian Stainless Stell
Pembangkit listrik tenaga uap batubara milik PT Obsidian Stainless Stell (OSS) merupakan bagian penting dalam operasional perusahan pemurnian nikel PT OSS. Perusahan ini di anggap sebagai salah satu perusahan pemurnian besar di asia yang menuduki lahan seluas 800 Ha dengan total kapasitas produksi sebesar 3 juta Metrik Ton pertahun.
PLTU PT OSS yang berkapasitas 1.820 Mega Wat di Desa Tani Indah, Kecamatan Bondoala, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara tersebut, diketahui mulai beroperasi sejak tahun 2020. Sejak berdirinya, PLTU ini banyak memberikan dampak buruk bagi kehidupan masyarakat. Salah satunya adalah pencemaran terhadap tambak masyarakat.
Desa Tani Indah memiliki luasan sebesar 246 KM2, yang dihuni oleh 340 jiwa diketahui merupakan desa dengan masyoritas masyarakat berprofesi sebagai petani tambak. Hal itu dikarenakan Desa Tani Indah merupakan kawasan berair. Kepiting, udang dan bandeng menjadi komoditas unggulan masyarakat. Data Badan Pusat Statistik 2018, produksi perikanan budidaya hasil tambak Kabupaten Konawe mencapai 40.358 Ton, dan meningkat cukup jauh dari tahun sebelumnya, yakni 4.903 ton. Namun di tahun-tahun berikutnya, angka tersebut terus turun hingga 37 ton di tahun 2021.

Berkurangnya produktifitas tambak dipengaruhi oleh kualitas air dan kedalaman tambak. Debu, lumpur dan berbagai residu lain yang masuk ke tambak mengubah kedalaman, suhu dan kandungan di dalamnya (Agus Kurnia, 2019).
Selain masalah pencemaran tambak di Desa Tani Indah, aktivitas dari Perusahan Obsidian Stainless Stell berserta fasilitas pendukungnya juga berdampak terhadap masyarakat di wilayah administrasi Kecamatan Motui, Kabupaten Konawe Utara. Meskipun Kecematan Motui dan PLTU berada di wilayah administrasi yang berbeda, namun masalah dampak lingkungan tidak pernah mengenal batas-batas administrasi. Buangan hasil sisa pembakaran batubara yang beterbangan keudara melewati batas administrasi Konawe dan Konawe Utara, mempengaruhi aktiviatas kehidupan masayarakat setempat. Pencemaran udara adalah masalah yang cukup serius.

Tren sepuluh besar penyakit Pusksesmas Motui (Sumber : Puskesmas Motui. Diolah oleh Walhi Sultra)
Meskipun belum ada penelitian resmi tentang hubungan penyakit gangguan pada pernapasan yang dialami oleh masayarkat motui disebabkan karena aktivitas dari PLTU OSS. Namun masyarakat merasakan bahwa sejak adanya PLTU, kini banyak orang mengalami masalah kesehatan, terutama pada saluran pernapasan. Hal itu juga diakui oleh Sarpin (Tenaga Kesehatan), bahwa sejak adanya PLTU, banyak orang mengunjungi puskesmas dengan keluhan pernapasan. Menghadapi masalah tersebut, beliau hanya pasrah meskipun merasa kasihan pada masayarakat sekitar PLTU.
Kesimpulan
Percepatan energy baru terbarukan menjadi langkah yang paling penting untuk dilakukan dalam menanggagi krisis iklim. Pemanfaatan energy kotor batubara dalam peneydiaan tenaga listrik untuk keperluan industry dalam beberapa titik berkontribusi pada kesehatan masyarakat sekitar, kerusakan lingkungan dan hilangnya matapencaharian masyarakat.
Atas hal itu beberapa hal yang harus dilakukan pemerintah dalam kajian Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Tenggara dalam menahan laju krisis iklim yakni :
- Pemerintah Indonesia untuk mengevaluasi kebijakan energy dan menghentikan penggunaan energy kotor batubara dalam rencana penyediaan listrik nasional.
- Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara segera mengevaluasi perusahan industry yang menggunakan energy kotor batubara dalam penyediaan kebutuhan listrik dan juga menyetop izin pembangunan PLTU batubara.
Daftar Pustaka
https://www.ipcc.ch/report/ar6/syr/
https://ambitiontoaction.net/airpolim/
https://inis.iaea.org/collection/NCLCollectionStore/_Public/48/081/48081170
https://www.greenpeace.org/indonesia/siaran-pers/56238/indonesia-ranking-satu-negara-paling-berpolusi-se-asia-tenggara/