Kendari, 26 Oktober 2024 – WALHI Sulawesi Tenggara menyelenggarakan diskusi bertajuk “PLTU Captive: Antara Solusi dan Ancaman” pada Sabtu (26/10/2024) di Kedai Rumah Pucuk, Kendari. Diskusi ini menghadirkan dua narasumber, yaitu Kamriadi sebagai perwakilan masyarakat terdampak dari Morosi Kab. Konawe, dan Irwansyah, S.H., M.H., akademisi Hukum dari Universitas Halu Oleo (UHO).
Dampak Ekonomi dan Sosial Masyarakat Terdampak Dalam paparan yang disampaikan oleh Kamriadi, masyarakat sekitar PLTU Captive menghadapi berbagai permasalahan akibat limbah yang dihasilkan. Tambak udang, sebagai sumber penghasilan utama masyarakat, kini terancam akibat limbah industri yang mencemari perairan dan menurunkan kualitas produksi tambak.
“Masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada tambak, kini kehilangan sumber penghasilan karena pencemaran limbah yang merusak lingkungan perairan,” jelas Kamriadi. Ia menambahkan bahwa dampak ekonomi ini telah membuat penghasilan mereka turun drastis, memicu keresahan sosial di kalangan warga setempat.
Analisis Dampak Lingkungan PLTU Captive Selain dampak ekonomi, keberadaan PLTU Captive di Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe, juga menimbulkan berbagai masalah lingkungan. Limbah abu dan partikel dari pembakaran batu bara PLTU tidak hanya mencemari perairan, tetapi juga tanah, yang berdampak langsung pada ekosistem sekitar. Akumulasi limbah ini meningkatkan risiko pencemaran udara yang dapat menimbulkan masalah kesehatan bagi warga, seperti gangguan pernapasan dan penyakit kulit.
Selain itu, limbah yang terbawa ke perairan dan mencemari tambak berpotensi mempengaruhi biota air dan keseimbangan ekosistem sungai setempat. Menurut WALHI, pemantauan kualitas lingkungan di sekitar PLTU perlu ditingkatkan untuk mencegah risiko pencemaran yang lebih luas dan mengidentifikasi potensi kerusakan jangka panjang pada lingkungan setempat.
Diskusi ini diharapkan menjadi titik tolak bagi pemerintah, masyarakat, dan pelaku industri untuk bersama-sama menemukan solusi yang tidak hanya berfokus pada penyediaan energi, tetapi juga mempertimbangkan kesejahteraan dan kelestarian lingkungan. WALHI Sultra menegaskan akan terus berjuang untuk membela hak masyarakat terdampak dan mendorong penegakan kebijakan yang berpihak pada lingkungan dan masyarakat lokal.
Pandangan Akademisi Terkait Kebijakan dan Regulasi: Irwansyah, S.H., M.H., dari UHO, menyoroti aspek regulasi yang diperlukan dalam mengelola dampak industri energi, khususnya yang berkaitan dengan PLTU. Ia menjelaskan pentingnya penerapan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT) yang dilandasi oleh aspek filosofi ketatanegaraan, sosiologis, dan yuridis. Irwansyah juga mengulas peraturan penting, seperti UU Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi yang mengatur penyediaan energi secara berkelanjutan, PP Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, serta Perpres Nomor 102 Tahun 2022 dan Permen ESDM Nomor 4 Tahun 2022 terkait pengembangan energi terbarukan.
Diskusi ini diharapkan menjadi titik tolak bagi pemerintah, masyarakat, dan pelaku industri untuk bersama-sama menemukan solusi yang tidak hanya berfokus pada penyediaan energi, tetapi juga mempertimbangkan kesejahteraan dan kelestarian lingkungan. WALHI Sultra menegaskan akan terus berjuang untuk membela hak masyarakat terdampak dan mendorong penegakan kebijakan yang berpihak pada lingkungan dan masyarakat lokal.
***
Penulis : Aditya
Editor : Fitra Wahyuni