
Rabu, 29 Januari 2025 – Kelompok Perempuan Desa Torobulu Kec.Laeya Kab. Konawe Selatan yang tergabung dalam Aliansi Pejuang HAM dan Lingkungan kembali melakukkan aksi menolak aktivitas pertambangan PT Wijaya Inti Nusantara di area pemukiman. Pasalnya alat berat milik PT WIN mulai Kembali beroperasi di sekitar Sekolah Dasar (SD) 12 Laeya.
Aktivitas pertambangan di sekitar sekolah dasar (SD) menimbulkan permasalahan serius yang berdampak pada kesehatan, keselamatan, serta kualitas pendidikan anak-anak. Meskipun pertambangan berkontribusi terhadap ekonomi lokal dan nasional, keberadaannya di dekat fasilitas pendidikan menunjukkan adanya kelalaian dalam perencanaan tata ruang dan pengabaian hak anak terhadap lingkungan yang sehat dan aman.
Komunitas Aliansi Pejuang HAM dan Lingkungan Torobulu tak gentar melancarkan aksi protesnya meski 2 (dua) orang warga telah di kriminalisasi oleh pihak PT WIN diawal tahun 2024. Pada sidang putusan Pengadilan Negeri Andoloo, Konawe Selatan memutuskan warga yang dilaporkan pihak Perusahaan bebas. Hal ini dikarenakan data dan saksi saksi yang di hadirkan di Perusahaan menguntungkan bagi korban kriminalisasi.
Dari Rahim Ke Ruang Kelas: Dampak Negatif Aktivitas Pertambangan di Sekitar SD 12 Laeya

Saat di wawancarai Ayunia Muis perwakilan komunitas Aliansi Pejuang HAM dan Lingkungan Torobulu menyampaikan ketidaksetujuanya melihat aktivitas PT WIN yang tidak jera mengeruk ore nikel di area pemukiman warga
“Ini bukan kali pertama perusahaan melakukan penambangan di sekitar pemukiman, dan kali ini kondisinya semakin parah. Sebelumnya, mereka pernah menambang di area sekolah yang jaraknya hanya sekitar 10 meter dari gedung kelas, menyebabkan tanah semakin turun. Saat ini, penambangan hanya dibatasi oleh pagar tanpa jarak yang cukup, sehingga dikhawatirkan dapat menyebabkan longsor, terutama karena di tengah area tambang terdapat aliran atau badan sungai. Selain itu, kondisi ini juga sangat mengkhawatirkan karena dapat berdampak buruk bagi kesehatan anak-anak sekolah yang bersebelahan langsung dengan pertambangan.” tutur Ayu
Mari Kita lihat sejauh apa aktivitas Pertambangan di area Sekolah Dasar bisa sangat mempengaruhi kenyamanan dan keselamatan.
Polusi Udara : Diketahui debu dari aktivitas pertambangan mengandung partikel berbahaya (PM2.5, PM10) yang dapat menyebabkan infeksi saluran akut (ISPA, asma dan penyakit paru-paru lainnya pada anak-anak.
Kontaminasi Air : Limbah tambang yang mencemari sumber air dapat mengandung logam berat seperti merkuri, timbal, dan arsenik, yang berisiko merusak sistem saraf dan perkembangan kognitif anak.
Kebisingan dan Getaran : Suara ledakan dan alat berat menyebabkan gangguan pendengaran, stres, dan kesulitan berkonsentrasi pada siswa.
Jika dilihat lebih luas lagi dalam perspektif sosial dan ekonomi Masyarakat sekitar tambang sering mengalami perubahan pola hidup, di mana anak-anak lebih rentan terpapar eksploitasi tenaga kerja tambang dibandingkan melanjutkan Pendidikan. Disisi lain, Desa Torobulu sendiri adalah daerah pesisir yang menggantungkan hidupnya melalui hasil laut sebagai nelayan dan petani tambak. Profesi ini kemudian mulai tergerus akibat pencemaran dan pengrusakan lingkungan yang terjadi akibat masifnya wilayah ekplorasi PT Wijaya Inti Nusantara (PT WIN).
Aktivitas pertambangan di sekitar sekolah dasar merupakan ancaman serius bagi kesehatan, keselamatan, dan masa depan anak-anak. Pemerintah dan perusahaan tambang harus bertanggung jawab untuk memastikan bahwa eksploitasi sumber daya alam tidak mengorbankan hak anak atas pendidikan dan lingkungan yang sehat.
Jika tidak ada tindakan tegas, keberadaan tambang di sekitar sekolah akan terus mengancam generasi muda dan memperparah ketimpangan sosial di masa depan.
*Penulis : Fitra Wahyuni
Untuk informasi lebih lanjut dan dukungan, hubungi:
[Wahana Lingkungan Hidup Sulawesi Tenggara]
[Sultrawalhi5@gmail.com]
#PerempuanMelawanTambang #SelamatkanAnak #StopPengerukanNikel #SekolahBukanTambang