Debu Hitam, Sungai Beracun: Fakta Kelam PLTU PT OSS Terkuak di Pengadilan Unaaha

Unaha, 14 April 2025 — Fakta baru mengenai pencemaran lingkungan akibat limbah operasional PLTU Captive milik PT OSS dan PT VDNI terungkap dalam sidang gugatan lingkungan hidup yang diajukan masyarakat Morosi di Pengadilan Negeri Unaha.

Persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi ini menghadirkan dua warga terdampak sebagai saksi penggugat: Nazarudin dari Desa Kapoila Baru Kec. Motui Kab. Konawe Utara dan Wahyudin dari Desa Tobimeita Kec. Kapoiala Kab. Konawe. Keduanya memberikan keterangan langsung terkait pencemaran udara dan air yang berdampak pada kesehatan serta penghidupan masyarakat lokal.

Fakta-Fakta Persidangan:

1. Asap dan Debu Hitam dari Cerobong PLTU

  • Saksi Nazarudin menyebutkan bahwa cerobong PLTU mengeluarkan asap pekat dan debu hitam yang beterbangan hingga ke pemukiman warga, menyebabkan gangguan pernapasan.
  • Debu ini diduga sebagai penyebab meningkatnya kasus ISPA, paru-paru, dan penyakit tulang, termasuk beberapa kematian warga.

2. Pembuangan Limbah Cair ke Sungai Motui

  • Kedua saksi menyatakan melihat langsung pembuangan limbah cair berwarna hitam dan bergelembung ke Sungai Motui—satu-satunya sumber air untuk tambak dan sawah masyarakat.
  • Hasil uji laboratorium mengonfirmasi pencemaran logam berat pada air sungai.
  • Bottom Ash (Limbah Padat) di buang sekitar, bibir Sungai, pemukiman, dan sekitar tambak. Sehingga Ketika hujan limbah padat tersebut masuk kedalam Sungai dan mencemari aliran air.
  • Dampaknya: gagal panen tambak dan kerugian ekonomi yang signifikan.

Dampak Ekonomi: Dari 30 Ton Panen ke Nol

Sebelum keberadaan PLTU, warga bisa panen ikan dan udang hingga 3–4 kali setahun, menghasilkan hingga 30 ton per siklus. Kini, bukan hanya hasil panen hilang, masyarakat bahkan tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup dari tambak mereka.

Ketidakhadiran dan Kelambanan Pemerintah

Hakim juga menyoroti ketidakhadiran Gubernur Sultra yang telah 12 kali mangkir dari sidang sebelumnya, baru hadir di persidangan ini. Saat ditanya, perwakilan gubernur berjanji akan mengikuti proses hukum selanjutnya.

Saksi juga mengungkap bahwa masyarakat telah:

  • Melaporkan pencemaran ke perusahaan dan pemerintah
  • Melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Provinsi
  • Menyampaikan keluhan ke KLHK, namun mendapat jawaban bahwa keputusan di tangan pusat

Hakim mempertanyakan mengapa Dinas KLHK tidak turun langsung, dan mengkritik DPR serta pemerintah daerah karena tidak menindaklanjuti laporan warga.

Aksi Protes dan Pemalangan Tak Direspons

Masyarakat telah melakukan aksi protes dan pemalangan akses perusahaan sebagai bentuk perlawanan. Namun hingga kini, tidak ada tanggapan atau upaya pemulihan dari pemerintah maupun korporasi.

Tuntutan Warga: Pulihkan Lingkungan dan Hak Hidup!

Kasus ini menunjukkan bagaimana ketidakpedulian negara dan korporasi terhadap kerusakan ekologis yang langsung merampas hak hidup dan kesehatan warga lokal.

Masyarakat menuntut:

  • Pemerintah bertanggung jawab dan mengambil tindakan tegas
  • Proses hukum ditegakkan secara adil dan transparan
  • Pemulihan lingkungan dan ganti rugi kepada warga terdampak

📌 Untuk informasi lebih lanjut atau wawancara, hubungi:

 📞 [082284120383 – Walhi Sultra]

Bagikan Sosial Media

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *