WALHI Sultra: Banjir Lumpur di Pomalaa Bukti Krisis Ekologis Akibat Industri Nikel

Kendari, 13 November 2025 — Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Tenggara menyatakan keprihatinan mendalam sekaligus kemarahan atas banjir lumpur yang kembali melanda Desa Oko dan Lamedai, Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka. Bencana berulang ini menjadi bukti nyata bahwa aktivitas industri nikel di kawasan tersebut telah menciptakan krisis ekologis serius yang merugikan masyarakat dan lingkungan.

Berdasarkan hasil pemantauan WALHI Sultra, banjir lumpur disebabkan oleh aktivitas pembukaan lahan besar-besaran untuk proyek kawasan industri PT Indonesia Pomalaa Industry Park (IPIP) dan PT Vale Indonesia Tbk, yang dilakukan tanpa pengendalian lingkungan yang memadai. Hilangnya tutupan hutan dan meningkatnya sedimentasi di Daerah Aliran Sungai (DAS) membuat air sungai tak lagi mampu menampung limpasan air hujan, sehingga meluap dan menenggelamkan rumah serta lahan pertanian warga.

WALHI menilai kedua perusahaan tersebut tidak menjalankan kewajiban sebagaimana diatur dalam izin lingkungan yang dimiliki. Banyak komitmen dalam dokumen perizinan yang diabaikan, mulai dari pengelolaan lahan hingga upaya pemulihan ekosistem.

Akibat kelalaian ini, masyarakat kembali menjadi korban. Air sungai berubah menjadi lumpur merah, lahan pertanian rusak, dan sumber air bersih tercemar. Situasi ini merupakan pelanggaran nyata terhadap hak masyarakat atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat, sebagaimana dijamin oleh konstitusi.

“Kami sudah berkali-kali mengingatkan bahwa wilayah Pomalaa sedang berada di ambang krisis ekologis. Setiap kali hujan turun, masyarakat harus bersiap menghadapi banjir lumpur akibat kelalaian perusahaan. PT IPIP dan PT Vale Indonesia tidak menghormati izin lingkungannya dan telah mengabaikan keselamatan rakyat,”
tegas Andi Rahman, Direktur Eksekutif WALHI Sulawesi Tenggara.

WALHI Sultra mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk segera mengambil langkah tegas: menghentikan seluruh aktivitas pembukaan lahan yang tidak sesuai izin, melakukan evaluasi menyeluruh terhadap izin lingkungan PT IPIP dan PT Vale, serta menuntut tanggung jawab pemulihan lingkungan dan ganti rugi bagi masyarakat terdampak.

“Bencana ekologis di Pomalaa tidak boleh dianggap sebagai peristiwa alam semata. Ini adalah akibat langsung dari kebijakan dan praktik industri yang abai terhadap keselamatan rakyat dan keberlanjutan lingkungan,” tutup Andi Rahman.

Bagikan Sosial Media

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *