Wawonii Hukum Dilanggar, Alam Ternodai: Bentrokan Warga Desa Mosolo Akibat Gurita Bisnis  Harita Group

Masyarakat Wawonii Desak PT BKM Hentikan Aktivitas Tambang di Pulau Wawonii  

Wawonii, 27 Januari 2025 – Masyarakat Desa Mosolo gunakan ritual adat untuk meminta secara baik-baik agar PT BKM (PT Bumi Konawe Mining)  angkat kaki dari tanah leluhur.  

Belum usai pengawalan kasus hengkangnya PT GKP di pulau Wawonii, anak perusahaan PT Harita Grup yakni PT BKM  kembali melakukkan aktivitas eksplorasi di sekitar sumber mata air warga.   

Masyarakat Wawonii khususnya warga Desa Mosolo, berduyun-duyun hadir menyambangi sebuah rumah warga yang di gunakan sebagai tempat tinggal (mess) oleh  pihak oleh PT Bumi Konawe Mining (PT BKM) dengan membawa adat Kolungku sebuah wadah seserahan yang menunjukkan penghargaan dan pemuliaan.  

Langkah ini diambil setelah aktivitas eksplorasi WIUP oleh PT BKM di Pulau Wawonii yang mengakibatkan air bersih warga Desa Mosolo tercemar. Masyarakat berharap agar pihak PT BKM meninggalkan Pulau Wawonii secara baik-baik. 

Dalam pertemuan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan yang memuaskan warga, sehingga PT BKM diberikan waktu 3×24 jam untuk menghentikan aktivitas eksplorasinya dan pengeboran tanah yang telah membuat keruh air yang digunakan untuk kehidupan sehari-hari warga Desa Mosolo. 

Aktivitas Pertambangan tetap Berlanjut 

Tiga hari kemudian, pada hari Kamis, 30 Januari 2025, masyarakat mengadakan pertemuan di balai desa Mosolo untuk menindaklanjuti pertemuan sebelumnya. Pertemuan tersebut dihadiri oleh pihak perusahaan, aparat penegak hukum (APH) baik tentara maupun polisi, security perusahaan tambang, serta masyarakat yang pro dan kontra terhadap aktivitas pertambangan. Sayangnya itikad baik dari warga desa Mosolo yang telah membawa seserahan adat demi di hari sebelumya tidak diindahkan pihak perusahaan PT Bumi Konawe Mining. 

Pertemuan yang Berujung Bentrok 

Pertemuan tersebut tidak berjalan lancar bahkan terjadi bentrok antar warga Desa Mosolo yang pro dan kontra. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan pihak PT BKM memperlihatkan IPPKH dan AMDAL yang diklaim sudah dikantongi oleh perusahaan. Kehadiran pihak PT BKM dengan atribut PT GKP memicu asumsi masyarakat bahwa PT GKP dan PT BKM berafiliasi dalam satu grup yang sama yaitu HARITA Group. Seperti diketahui, izin dari PT GKP sudah dibatalkan oleh MK dan MA, namun aktivitas pertambangan masih terus berlangsung. 

Situasi Mencekam dan Intimidasi 

Sampai saat ini, situasi masyarakat di Desa Mosolo masih mencekam akibat intimidasi dari pihak perusahaan terhadap masyarakat. Pemerintah daerah hingga kini belum memberikan tanggapan terkait permasalahan yang terjadi di Desa Mosolo, Kecamatan Wawonii Tenggara, Kabupaten Konawe Kepulauan. 

Lemahnya Respon Pemerintah terhadap Penegakan Hukum 

Pemerintah daerah diharapkan segera mengambil tindakan tegas untuk menyelesaikan konflik ini dan melindungi masyarakat dari dampak negatif aktivitas pertambangan yang ilegal. Keberadaan PT BKM dan aktivitasnya yang meresahkan masyarakat harus segera dihentikan demi kesejahteraan dan kelestarian lingkungan Pulau Wawonii. 

Kepala Advokasi Walhi Sultra Fitra Wahyuni menganggap Pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk menegakkan hukum dan melindungi hak-hak masyarakat, terutama terkait dengan izin lingkungan dan keberlanjutan ekosistem. Namun, dalam kasus PT Bumi Konawe Mining (BKM) di Wawonii, pemerintah daerah justru menunjukkan sikap diam dan tidak bertindak tegas meskipun dampak negatif aktivitas tambang sudah jelas terlihat. Padahal, regulasi seperti UU No. 27 Tahun 2007 dan UU No. 1 Tahun 2014 secara tegas melarang pertambangan di pulau kecil. Ketidakmampuan pemerintah untuk segera menertibkan perusahaan yang beroperasi secara ilegal ini menunjukkan lemahnya penegakan hukum di tingkat daerah. 

“Selain UU tentang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil kita juga mengantongi amar putusan MA  nomor 57 dan 14 yang telah membatalkan pasal tambang dalam Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Konkep. Sayangnya, sampai detik ini kita masih di buat bergidik dengan sikap acuh tak acuh dari perusahaan pertambangan di Pulau Wawonii dan sekali lagi kita di paksa menelan pil pahit bahwa respon pemerintah terhadap penegakan hukum di Wawonii sangatlah lemah” tutur Fitra 

Ketiadaan Akuntabilitas dan Transparansi 

Pemerintah daerah memiliki tanggung jawab untuk memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat terkait kebijakan dan perizinan tambang. Namun, dalam kasus ini, tidak ada transparansi mengenai status legal PT BKM serta langkah-langkah yang akan diambil untuk mengatasi permasalahan yang muncul. Bungkamnya pemerintah memperlihatkan ketidaksiapan atau bahkan kesengajaan untuk tidak melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupan mereka. 

Diamnya pemerintah daerah dalam konflik ini bukan hanya bentuk pengabaian terhadap tanggung jawab mereka, tetapi juga membuka ruang bagi praktik korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Masyarakat Wawonii memiliki hak untuk mendapatkan lingkungan yang sehat dan bebas dari ancaman industri ekstraktif yang merusak. Pemerintah harus segera: 

  • Menghentikan aktivitas PT BKM yang tidak memiliki legitimasi hukum. 
  • Mengusut dugaan keterkaitan PT BKM dengan PT GKP yang izin operasinya telah dibatalkan. 
  • Menjamin perlindungan bagi masyarakat dari intimidasi perusahaan tambang dan aparat yang berpihak. 
  • Melakukan audit terhadap semua izin tambang di Pulau Wawonii untuk memastikan kepatuhan terhadap hukum. 

Jika pemerintah terus bungkam, maka mereka bukan hanya gagal menjalankan amanah rakyat, tetapi juga turut berkontribusi dalam perusakan lingkungan dan pelanggaran hak asasi manusia di Pulau Wawonii. 

Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:  

Nama: Fitra Wahyuni  

Jabatan: Kepala Advokasi & Kampanye Walhi Sultra 

Email: sultrawalhi5@gmail.com 

Bagikan Sosial Media

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *