Bongkar Jejaring Elit dan Kerusakan di Pulau Kabaena: WALHI Sultra dan Satya Bumi Desak Pemerintah Cabut Seluruh Izin Tambang Nikel

Kendari – WALHI Sulawesi Tenggara bersama Satya Bumi membongkar keterlibatan aparat keamanan, pejabat politik, dan kelompok usaha besar dalam bisnis tambang nikel yang telah merusak Pulau Kabaena selama lebih dari dua dekade. Aktivitas tambang ini tidak hanya mengakibatkan deforestasi masif dan pencemaran lingkungan, tetapi juga menyebabkan penderitaan sosial-ekonomi yang mendalam bagi masyarakat lokal.

Dalam laporan terbaru bertajuk “Kabaena Jilid II: Menelusuri Pintu Awal Kerusakan dan Jejaring Politically Exposed Person,” WALHI Sultra dan Satya Bumi mengungkap dugaan keterlibatan aktor-aktor elit nasional maupun daerah dalam penguasaan tambang nikel di Kabaena. Beberapa di antaranya adalah Purnawirawan Jenderal Polisi, istri Gubernur Sulawesi Tenggara, serta pengusaha besar seperti Haji Isam dan Wilmar Group.

Temuan ini menunjukkan bahwa dua perusahaan besar, yakni PT Arga Morini Indah (AMI) dan PT Arga Morini Indotama (AMINDO), dipimpin oleh mantan Direktur Samapta Polri dan memiliki koneksi dengan keluarga kepala daerah. Sementara itu, perusahaan lain seperti PT Anugerah Harisma Barakah (AHB) terafiliasi dengan elite partai politik dan konglomerat tambang.

“Pola penguasaan sumber daya di Kabaena sangat mencerminkan praktik kolonialisme gaya baru. Modal besar dan aktor kekuasaan menyatu untuk menghisap habis ruang hidup masyarakat pulau kecil yang semestinya dilindungi,” tegas Direktur Eksekutif WALHI Sulawesi Tenggara.

Data Satya Bumi mencatat sedikitnya 16 Izin Usaha Pertambangan (IUP) telah mencaplok total 37.894 hektare wilayah daratan Kabaena. Ironisnya, 10 di antaranya tumpang tindih dengan kawasan hutan lindung, memperkuat dugaan pelanggaran sistematis terhadap tata kelola lingkungan hidup.

Padahal, Pulau Kabaena merupakan pulau kecil yang secara hukum dilindungi dari kegiatan ekstraktif berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta diperkuat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-XXI/2023.

“Tambang di Kabaena tidak hanya ilegal secara hukum, tetapi  mengorbankan ruang hidup masyarakat lokal, merusak ekosistem dan biodivisitas, dan menghancurkan masa depan pulau kabaena,” tambah Rahman.

WALHI Sulawesi Tenggara dan Satya Bumi mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk:

  1. Mencabut seluruh IUP dan IPPKH yang berada di wilayah Pulau Kabaena, khususnya yang berada di kawasan hutan lindung dan pulau kecil.
  1. Mengusut tuntas keterlibatan aparat, pejabat publik, dan korporasi dalam skema perizinan dan operasional tambang ilegal.
  2. Melakukan pemulihan ekologis secara menyeluruh di wilayah terdampak dan menjamin perlindungan hak masyarakat lokal atas tanah dan lingkungan hidup.
  3. Menghentikan praktik eksploitasi sumber daya di pulau-pulau kecil di seluruh wilayah Indonesia yang bertentangan dengan prinsip keadilan ekologis.
Bagikan Sosial Media

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *