APEL HAM Torobulu Desak PT WIN Hentikan Tambang yang Merusak dan Tunjukkan Transparansi Dokumen Lingkungan

Konawe Selatan, 30 Januari 2025 – Aliansi Pejuang Lingkungan & HAM Torobulu menggelar aksi demonstrasi  untuk menuntut penghentian operasi tambang nikel PT Wijaya Inti Nusantara (WIN) yang diduga merusak lingkungan dan mengancam hak-hak masyarakat, termasuk anak-anak di SDN 12 Laeya.

Aksi dimulai pada pukul 08.00 Wita yang dihadiri sekitar 20 orang bergerak melakukan konvoi berkeliling Desa Torobulu guna mengajak lebih banyak warga turut serta dalam perjuangan mempertahankan lingkungan mereka.

Dukungan Anak-anak SDN 12 Laeya: Hak Pendidikan yang Terancam

Pada pukul 08.50 Wita, massa aksi menyambangi SDN 12 Laeya, sekolah yang terdampak langsung oleh aktivitas tambang PT WIN. Tanpa disadari, para siswa dengan antusias menyambut massa aksi dan menunjukkan dukungan mereka terhadap perjuangan menjaga lingkungan hidup. Tambang yang beroperasi tepat di samping gedung sekolah telah mengganggu kenyamanan belajar mereka, menimbulkan polusi udara, kebisingan, dan ancaman keselamatan akibat potensi longsor.

Konfrontasi dengan PT WIN: Transparansi yang Dipertanyakan

Ketika menyambangi Perusahaan PT Wijaya Inti Nusantara (WIN) massa aksi mendatangi kantor PT WIN untuk menyampaikan tiga tuntutan utama:

  1. Menghentikan segala aktivitas pertambangan di area permukiman warga dan sekitar SDN 12 Laeya.
  2. Menunjukkan dan mensosialisasikan dokumen lingkungan hidup terkait aktivitas tambang mereka kepada masyarakat.

Menghentikan segala bentuk intimidasi terhadap warga Torobulu yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidupnya

Namun, bukannya mendapatkan respon positif, massa aksi justru menghadapi tindakan represif dari pihak perusahaan. Pukul 09.23 WITA, terjadi bentrokan dan aksi saling dorong akibat provokasi dari karyawan PT WIN. Bahkan, beberapa massa aksi menerima makian dan ujaran kebencian dari pihak perusahaan

Negosiasi Gagal, Perjuangan Berlanjut

Tim negosiator yang terdiri dari Muh. Ansar, Ayulia Muis, dan beberapa perwakilan masyarakat berusaha berunding dengan pihak PT WIN.  Namun, negosiasi tidak mencapai titik temu karena perusahaan tidak dapat menjamin transparansi dokumen lingkungan hidup yang mereka tuntut. Menyadari situasi yang semakin tidak kondusif dan tidak adanya itikad baik dari PT WIN, pada pukul 10.43 WITA, massa aksi memutuskan untuk menarik diri

Perjuangan Belum Usai

Aksi ini menegaskan bahwa masyarakat Torobulu tidak akan tinggal diam terhadap ancaman yang dihadirkan oleh pertambangan yang tidak bertanggung jawab. Aliansi Pejuang Lingkungan & HAM Torobulu akan terus mengawal kasus ini dan mendesak pemerintah serta aparat penegak hukum untuk segera mengambil tindakan.

Ekspansi Industri Tambang yang Tidak Berkelanjutan

Industri pertambangan, khususnya nikel, sering kali diklaim sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi, namun kenyataannya ekspansi tambang seperti yang terjadi di Desa Torobulu, Konawe Selatan, justru membawa dampak sosial dan ekologis yang serius. PT Wijaya Inti Nusantara (WIN) yang beroperasi di wilayah ini tidak hanya mencemari lingkungan tetapi juga diduga melakukan eksploitasi tanpa transparansi yang memadai.

Fakta bahwa perusahaan tidak dapat menunjukkan dokumen lingkungan hidup yang sah menunjukkan lemahnya pengawasan dan regulasi dari pihak berwenang. Hal ini membuka ruang bagi eksploitasi sumber daya alam yang tidak bertanggung jawab, mengancam keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.

2. Dampak Ekologis: Ancaman Longsor, Pencemaran, dan Krisis Ekosistem

Salah satu dampak utama dari aktivitas tambang di Torobulu adalah degradasi lingkungan, terutama di sekitar SDN 12 Laeya. Beberapa potensi ancaman ekologis yang perlu disoroti antara lain:

  • Ancaman longsor: Lokasi tambang yang berdekatan dengan sekolah menimbulkan risiko tanah longsor akibat eksploitasi tanah yang berlebihan.
  • Pencemaran udara dan air: Debu tambang dan limbah pertambangan berpotensi mencemari udara serta sumber air masyarakat, yang dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti infeksi pernapasan dan penyakit kulit.
  • Gangguan ekosistem: Penambangan yang tidak terkendali dapat merusak keseimbangan ekosistem lokal, menyebabkan hilangnya biodiversitas dan penurunan kualitas tanah yang berakibat pada kesulitan bercocok tanam bagi masyarakat.

Jika aktivitas ini terus berlanjut, maka Desa Torobulu berisiko kehilangan daya dukung lingkungannya, yang pada akhirnya akan memicu bencana ekologis dan memperburuk kondisi kehidupan masyarakat setempat.

3. Hak Anak yang Terabaikan: Pendidikan dalam Ancaman

Kehadiran tambang yang begitu dekat dengan SDN 12 Laeya bukan hanya menjadi persoalan lingkungan tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang aman dan berkualitas. Gangguan akibat suara bising dari alat berat, polusi udara, serta ancaman keselamatan dari kemungkinan longsor menciptakan lingkungan belajar yang tidak kondusif.

Dalam Konvensi Hak Anak (KHA) yang telah diratifikasi oleh Indonesia, negara memiliki kewajiban untuk menjamin hak anak atas lingkungan yang aman dan sehat. Keberadaan tambang yang membahayakan siswa merupakan bentuk abai terhadap tanggung jawab ini.

4. Represi terhadap Perlawanan Masyarakat: Demokrasi dan HAM yang Dilanggar

Aksi demonstrasi yang dilakukan oleh masyarakat Torobulu bersama WALHI Sultra untuk menuntut transparansi dan penghentian aktivitas tambang justru disambut dengan tindakan represif dari pihak PT WIN. Intimidasi, bentrokan fisik, serta ujaran kebencian yang diterima massa aksi mencerminkan bagaimana perusahaan tambang sering kali menggunakan cara-cara koersif untuk meredam suara rakyat.

Ini menunjukkan adanya ketimpangan kuasa antara korporasi dan masyarakat sipil, di mana perusahaan dengan sumber daya besar dapat melakukan eksploitasi dengan perlindungan dari aparat atau jaringan kekuasaan tertentu. Masyarakat yang menuntut hak atas lingkungan sehat justru mengalami kriminalisasi dan represi.

5. Kurangnya Pengawasan Pemerintah dan Dugaan Tambang Ilegal

Salah satu poin utama yang ditekankan dalam aksi massa adalah ketidakjelasan dokumen lingkungan hidup yang dimiliki PT WIN. Jika benar perusahaan ini tidak memiliki dokumen yang sah, maka aktivitasnya dapat dikategorikan sebagai tambang ilegal.

Ketiadaan transparansi ini menunjukkan lemahnya pengawasan dari pemerintah, baik di tingkat daerah maupun nasional. Regulasi lingkungan yang seharusnya menjadi instrumen perlindungan bagi masyarakat justru gagal ditegakkan, memberi ruang bagi eksploitasi yang merugikan rakyat dan alam.

Perjuangan Harus Berlanjut

Berdasarkan analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa operasi tambang PT WIN di Torobulu bukan hanya bermasalah secara ekologis, tetapi juga berdampak buruk pada hak-hak anak, demokrasi, dan keadilan sosial. Oleh karena itu, beberapa langkah yang perlu segera dilakukan adalah:

  1. Penghentian segera aktivitas tambang di sekitar permukiman warga dan sekolah.
  2. Audit lingkungan yang transparan dan independen terhadap PT WIN untuk mengungkap dampak dan legalitas operasionalnya.
  3. Penegakan hukum yang tegas terhadap perusahaan tambang yang tidak mematuhi regulasi lingkungan dan HAM.
  4. Jaminan hak-hak anak atas lingkungan belajar yang aman dan bebas dari ancaman pertambangan.
  5. Perlindungan terhadap aktivis lingkungan dan masyarakat yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang sehat.

Masyarakat Torobulu telah memberikan contoh bagaimana perlawanan terhadap eksploitasi dapat dilakukan. Namun, tanpa dukungan yang lebih luas dari publik, media, serta pemerintah yang berpihak kepada rakyat, perjuangan ini akan terus menghadapi hambatan. Saatnya menuntut keadilan lingkungan yang nyata.

Penulis : Aditya

Editor   : FW

Untuk informasi lebih lanjut, hubungi:


Eksekutif Daerah

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia

Sulawesi Tenggara

[Email: Sultrawalhi5@gmail.com ]

#TolakTambangMerusak #SelamatkanTorobulu #HakAnakAtasLingkungan #TransparansiTambang

Bagikan Sosial Media

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *