
Berfokus pada Debat Pilpres 2024 sesi ke-4 yang dijadwalkan pada 21 Januari, acara ini menjanjikan perbincangan mendalam seputar pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat adat, dan desa. Tiga calon wakil presiden, yakni Muhaimin Iskandar, Gibran Rakabuming Raka, dan Mahfud MD, siap memperdebatkan argumen mereka terkait tema yang telah ditetapkan. Namun, di tengah ekspektasi akan substansi debat, terungkap paradoks dalam kehidupan sosial terkait pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia, termasuk di Sulawesi Tenggara.
Dinamika manajemen pengelolaan lingkungan di Indonesia memiliki dampak yang signifikan terhadap kelangsungan hidup masyarakat, namun tidak luput dari ketidakpatuhan pada regulasi pelestarian lingkungan yang seringkali terjadi ketika kepentingan perusahaan turut ambil bagian. Kerja sama yang tidak sehat antara pihak-pihak di pemerintahan dan perusahaan dalam menangani isu pengelolaan hutan menjadi pemicu terjadinya kerusakan lingkungan yang pada gilirannya merugikan masyarakat. Dengan demikian, harapan masyarakat tertuju pada debat calon wakil presiden yang memfokuskan perbincangan pada isu lingkungan. Masyarakat menginginkan bukan hanya retorika naratif, melainkan implementasi konkret dan tindakan tegas guna mengatasi masalah nyata yang dihadapi lingkungan.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Tenggara menyoroti perihal pengelolaan sumber daya alam (SDA) di Indonesia, khususnya Sulawesi Tenggara, yang disoroti kurangnya penerapan asas keadilan. Walhi menekankan perlunya pemimpin yang tak hanya berseru komitmen untuk menjaga keberlanjutan lingkungan hidup dalam wacana visi misi, namun juga mampu menghadirkannya dalam tindakan nyata. Urgensi ini sangat krusial demi pencegahan kerusakan lingkungan sejak dini.
Wilayah Sulawesi Tenggara yang memiliki cadangan nikel terbesar di Indonesia dan diakui sebagai sumber energi dunia, menghadapi dilema. Meskipun demikian, kontrol atasnya cenderung dipegang oleh sejumlah korporasi luar negeri. Sistem penataan lingkungan sebelum dan setelah proses eksplorasi terlihat kurang berjalan sesuai dengan undang-undang, menimbulkan konsekuensi negatif seperti banjir, cuaca yang tidak menentu, dan hilangnya mata pencaharian bagi masyarakat.
Isu lingkungan di Indonesia telah menarik perhatian Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), khususnya terkait ekspansi yang merugikan kawasan hutan yang dilakukan oleh korporasi dengan dukungan penuh dari pemerintah. Selain itu, temuan Penyelidikan dan Pengkajian Transaksi Keuangan (PPATK) juga mencerminkan adanya aliran dana dari perusahaan pertambangan ilegal kepada peserta Pemilu 2024.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Tenggara mencatat serangkaian kasus kerusakan lingkungan yang mengkhawatirkan di Kabupaten Konawe Selatan (Konsel). Di sana, PT. Wijaya Inti Nusantara (WIN) diduga terlibat dalam merusak lahan milik warga, memicu konflik berulang. Konflik serupa terjadi antara PT GKP dan komunitas setempat di Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan. Di Kabupaten Konawe Utara, sekitar 8.400 hektar kawasan hutan mengalami eksplorasi ilegal, menciptakan dampak serius terhadap ekosistem.
Aktor utama dalam kerusakan lingkungan akibat eksplorasi korporasi adalah pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Sistem penertiban izin eksplorasi tambang mengacu pada Undang-Undang Minerba nomor 3 tahun 2020, di mana pusat menerbitkan izin setelah rekomendasi dari pemerintah kabupaten dan provinsi. Oleh karena itu, seluruh pihak, baik pemerintah pusat maupun daerah, harus bertanggung jawab atas penerbitan izin tersebut.
Kurangnya pengawasan merupakan pemicu utama kerusakan lingkungan, bahkan dugaan keterlibatan oknum Aparat Penegak Hukum (APH) dalam kolusi dengan korporasi semakin memperparah situasi. Kejadian semacam ini seringkali terjadi, termasuk di Sulawesi Tenggara. Untuk mengatasi tantangan pengelolaan lingkungan hidup, perlu adanya pemimpin yang berkomitmen dan mengambil tindakan nyata. Paradoks pengelolaan lingkungan di Sulawesi Tenggara harus segera dipecahkan agar keberlanjutan lingkungan hidup dapat terjamin.
Sumber : Doc. Walhi_Sultra, Kendari Pos https://kendaripos.fajar.co.id/